Sabtu, 27 Juni 2009

ANALISIS PASAL 82 DAN PASAL 83 UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
(Berdasarkan Teori Budenheimer)

Oleh: Faisal Gani


Pendahuluan

Bekerja merupakan kodrat manusia, sebagai kewajiban dasar manusia. Manusia dikatakan mempunyai martabat apabila dia mampu bekerja keras. Dengan bekerja manusia dapat memperoleh hak dan memiliki segala apa yang diinginkannya. Bekerja merupakan kegiatan fisik dan pikir yang terintegrasi. Pekerjaan dapat dikalisifikasikan menjadi empat unsur, yaitu :
a. kemampuan., yaitu fisik dan intelektual
b. Kelangsungan, yaitu sementara dan tetap (terus-menerus)
c. Lingkup, yaitu umum dan khusus (spesialisasi)
d. Tujuan, memperoleh pendapatan dan tanpa pendapatan .

Dengan demikian pekerjaan dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Pekerjaan dalam arti umum, yaitu pekerjaan apa saja yang mengutamakan kemampuan fisik, baik sementara atau tetap dengan tujuan memperoleh pendapatan (upah).
b. Pekerjaan dalam arti tertentu, yaitu pekerjaan yang mengutamakan kemampuan fisik atau intelektual, baik sementara atau dengan tujuan pengabdian.
c. Pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan bidang tertentu, mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat tetap, dengan tujuan memperoleh pendapatan.

Dari tiga jenis pekerjaan tersebut, profesi adalah pekerjaan yang termasuk Pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan bidang tertentu, mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat tetap, dengan tujuan memperoleh pendapatan. Dengan kriteria sebagai berikut :
1. Meliputi bidang tertentu saja (spesialisasi)
2. Berdasarkan keahlian dan ketrampilan khusus
3. Bersifat tetap atau terus-menerus
4. Lebih mendahulukan pelayanan daripada imbalan (pendapatan)
5. Bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan masyarakat
6. Terkelompok dalam suatu organisasi .

Profesi merupakan suatu konsep yang lebih spesifik dibandingkan dengan pekerjaan. Dengan kata lain pekerjaan memiliki pengertian yang lebih luas dari pada profesi. Suatu profesi adalah pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan adalah profesi . Banyak dari aspek-aspek terpenting dari tatanan masyarakat untuk sebagian besar bergantung pada hubungan berfungsinya profesi-profesi dengan baik. Kegiatan pengembangan dan penerapan ilmu dilaksanakan secara professional .

Roscoe Pound, seorang filsuf hukum tokoh aliran Sosiological Jurisprudence yang terkenal dengan gagasannya tentang hukum sebagai “a tool for social engineering”, pandangannya dalam pengertian profesi pada dasarnya sejalan dengan Parsons. Menurut Parsons, Profesional bukanlah kapitalis, pekerja (buruh), administrator pemerintah, birokrat, ataupun patani pamilik tanah. Profesi mensyaratkan pendidikan teknik yang formal, dilengkapi dengan pengujian para calon pengemban profesi, masyarakat akan memandang para pengemban profesi sebagai seorang yang mewujudkan pelayanan kepada masyarakat daripada mencari keuntungan bagi diri sendiri.

Daryl Koehn mengatakan bahwa kata profesi itu sendiri berasal dari kata Profess bersal dari kata yunani Prophaino yang berarti “menyatakan secara public”. Kata yunani Prophaino itu menjadi kata Professio dalam bahas latin, suatu istilah yang diterapkan pada pernyataan publik yang dibuat orang yang dimaksud menduduki jabatan kepercayaan publik . 

Dari uraian-uraian di atas dapat kita tarik rumusan pengertian profesi, bahwa profesi adalah : pekerjaan tetap berupa pelayanan (service occupation). Pelaksanaannya dijalankan dengan menerapkan pengetahuan ilmiah dalam bidang tertentu, dihayati sebagai suatu panggilan hidup serta terikat pada etika umum dan etika khusus (etika profesi) yang bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama manusia. Dari pengertian ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu fungsi kemasyarakatan tertentu yang perwujudannya mensyaratkan disiplin ilmu tertentu. Ada 5 (lima) sistim okupasi (pekerjaan) yang dapat diklasifikasikan sebagai profesi dalam pengertian ini, yakni : Keimanan (ulama), Kedokteran, Hukum, Jurnalistik dan Pendidikan. Kelimanya berkaitan langsung dengan martabat manusiawi dalam kautuhannya, berupa relasi dengan yang transenden, kepastian hukum yang berkeadilan, informasi yang relevan, dan solidaritas yang dinamis kreatif. Dan salah satu dari profesi hukum adalah notaris.


Pembahasan

Masyarakat awam tidak mampu menilai karya professional. Karena itu, dibutuhkan pengendalian diri secara individual bagi para pengemban profesi untuk tetap berpegang kuat pada nilai-nilai dan norma-norma yang menjiwai tugas para pengemban profesi. Nilai-nilai dan norma-norma ini kemudian diinstitusionalkan dalam struktur dan kultur dari profesi yang bersangkutan, sehingga pengendalian secara individu itu diperkuat oleh pengawasan formal dan informal oleh komunitas sejawat. Sebagai imbalan masyarakat memberikan privilese, dan melindungi otonomi profesi terhadap pengawasan dan campur tangan masyarakat awam.

profesi adalah merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, didalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecendrungan sejarah dan lingkungan hidupnya, serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.

Notaris sebagai salah satu dari profesi di bidang hukum, mempunyai kode etik yang dibentuk oleh organisasi notaris. Salah satu organisasi notaris yang berbadan hukum di Indonesia adalah Ikatan Notaris Indonesia (INI), INI merupakan salah satu wadah pemersatu bagi notaris di Indonesia. Sebagai salah satu wadah organisasi notaris di Indonesia, Ikatan Notaris Indonesia (INI) telah membuat Kode Etik Notaris Indonesia, sebagai kaidah moral notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik.

Suatu kode etik profesi tidak terlepas dari tujuan suatu organisasi. dalam Bab III Anggaran dasar Ikatan Notaris Indonesia (INI) disebutkan bahwa tujuan perkumpulan adalah (pasal 7 Anggaran dasar INI) :
1. Menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan serta menciptakan kepastian hukum.
2. Memajukan dan mengembankan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu serta pengetahuan dalam bidang notariat pada khususnya.
3. Menjaga keluhuran martabat serta meningkatkan mutu Notaris selaku Pejabat Umum dalam rangka pengabdiannya kepada nusa, bangsa dan negara serta Tuhan Yang Maha Esa.
4. Memupuk dan mempererat hubungan silaturahmi dan rasa persaudaraan serta rasa kekeluargaan antara sesama anggota untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan serta kesejahteraan segenap anggotanya. 

Organisasi notaris dan kode etik profesi notaris diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, pada BAB X pasal pasal 82 dan pasal 83.
Dalam pasal 82, disebutkan bahwa :
(1) Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris.
(2) Ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Dalam pasal 83, disebutkan bahwa :
(1) Organisasi Notaris menetapkan dan menegakan Kode Etik Notaris.
(2) Organisasi Notaris memiliki buku daftar anggota dan salinannya disampaikan kepada Menteri dan Majelis Pengawas.

Dari kedua pasal tersebut, menunjukan bahwa pemerintah memberikan perhatian yang cukup besar terkait dengan profesi notaris, dimana notaris harus mampu menjalankan tugasnya sebagai seorang pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik sesuai dengan kode etik yang dibuat oleh organisasi notaris, tanpa campur tangan dari pemerintah. 

Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang terdapat dalam pasal 82 dan pasal 83 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dimana kewenangan organisasi notaris yang indenpenden dalam membuat kode etik, sebagai acuan kaidah moral bagi setiap anggota organisasi notaris tersebut, sehingga tujuan dari profesi notaris, sebagai pejabat umum yang melayani masyarakat dalam pembuatan akta otentik dapat berjalan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dan moralitas notaris sebagai wujud aplikasi dari kode etik organisasi notaris dapat menjadi contoh teladan bagi profesional lainnya.
 

Kajian Berdasarkan Teori Budenheimer

Dari uraian diatas maka, jika kita menggunakan teori Budenheimer, yang salah satu teorinya menyatakan ‘’The question whether ethical value judgment have any bearing on the validity of positive law’’ bahwa ’’apakah pertimbangan nilai etis (keadilan) mempunyai muatan keabsahan dalam hukum positif.

Dari bunyi pasal 82 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tidak mengandung nilai-nilai keadialan, dimana dalam pasal tersebut pemerintah hanya mengakui satu wadah organisasi notaris saja, padahal di Indonesia terdapat lebih dari satu organisasi notaris, hal ini mencerminkan adanya sikap represif dari pemerintah yang memaksakan bahwa harus ada satu organisasi notaris saja. 

Dengan adanya sikap represif dari pemerintah tersebut maka nilai-nilai keadilan sulit untuk diterapkan. Karena keinginan dari para notaris diluar Ikatan Notaris Indonesia (INI) untuk membentuk wadah organisasi notaris baru terhambat, hal itu berarti pemerintah telah membatasi hak asasi manusia, sebagaimana yang diatur dalam dalam pasal 28C ayat 2 (dua) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi, Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Tindakan represif pemerintah yang mengharuskan harus adanya satu wadah organisasi notaris, merupakan dampak dari adanya stagnasi dalam penerapan teori-teori hukum yang ada, dimana Indonesia terpaku pada teori-teori formalisme/positivisme baik yang dikembangkan oleh Jhon Austin (hukum sebagai perintah yang memaksa dari pengusa yang berdaulat) dan teori stufenbau Hans Kelsen (tata urutan peraturan perundang-undangan). Akibatnya hukum yang ada di Indonesia adalah hukum yang legalistik. Hukum yang legalistik ini telah sejak lama menimbukan persepsi yang keliru di kalangan orang-orang non hukum, yang mana hukum dianggap sebagai salah satu kendala pembangunan, tidak dapat sejalan dengan kemajuan kegiatan masyarakat di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sebagainya.

Timbulnya pandangan demikian karena dalam pandangan hukum yang legalistik, hukum hanya diidentikkan dengan undang-undang atau hukum sama dengan undang-undang. Para penganut ajaran legalisme berkeyakinan bahwa setiap masalah hukum dapat diselesaikan melalui perundang-undangan, sehingga konsekuensinya masalah itu dianggap telah selesai apabila sudah ada undang-undang yang mengaturnya, sekalipun secara faktual masalah itu masih tetap berlangsung.

Demikian juga dengan apa yang menjadi polemik terkait dengan organisasi notaris, dimana seharusnya pemerintah harus bisa melihat apa yang berkembang dalam masyarakat, karena hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku dalam suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga keinginan sebagian para notaris untuk mendirikan organisasi notaris diluar Ikatan Notaris Indonesia (INI) harus di akomodir oleh pemerintah, bukan dilarang/dihambat.

Dari bunyi pasal 83 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, ini mengandung nilai-nilai kebenaran, dimana sudah menjadi kewajiban, bahwa setiap notaris harus melaksanakan apa yang terdapat dalam kode etik suatu organisasi notaris, tempat notaris bergabung.

Walaupun berbeda organisasi tetapi setiap organisasi notaris mempunyai kode etik, sehingga kode etik tersebut wajib dijunjung tinggi, sebagai kaidah moral bagi setiap anggota organisasi notaris tersebut, sehingga tujuan dari profesi notaris, sebagai pejabat umum yang melayani masyarakat dalam pembuatan akta otentik dapat berjalan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Dalam perkembangannya organisasi notaris seperti apa yang disebutkan dalam Bab X Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dimana organisasi notaris mempunyai kewenangan untuk membuat kode etik sebagai kaidah moral notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik, mengalami berbagai macam polemik. Dimana ada beberapa organisasi notaris yang kemudian dibentuk sebagai wadah aspirasi para notaris yang tidak tergabung dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI), hal ini dikarenakan adanya multitafsir terhadap buyi pasal 82 ayat satu (1). Dari beberapa organisasi yang terbentuk, maka masing-masing organisasi notaris tersebut mempunyai kode etik yang berbeda, tetapi yang diharapkan walaupun kode etik setiap organisasi berbeda tetap bertujuan sebagai kaidah moral notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang profesional pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik.

Ada beberapa hal yang menjadi akar permasalahan dari polemik adanya beberapa organisasi notaris yang mempunayi kode etik yang berbeda diantara satu organisasi notaris dengan organisasi lainnya :
 1. Dalam pasal 82 dan pasal 83 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dimana dalam kedua pasal tersebut tidak menyebutkan secara eksplisit organisasi notaris yang diakui oleh pemerintah adalah organisasi notaris yang mana. Karena di Indonesia terdapat lebih dari satu organisasi notaris, sehingga hal ini dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda (multitafsir) terhadap bunyi kedua pasal tersebut.
2. Negara dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, harus secara tegas menentukan organisasi notaris mana yang diakui, sehingga kinerja organisasi notaris tersebut dapat berjalan dan melaksanakan fungsinya sebagaimana yang diharapkan.
3. Munculnya pendapat dari para pendiri organisasi notaris yang baru, bahwa jika hanya satu organisasi notaris maka mempermudah pemerintah/penguasa untuk mengintervensi/menyetir organisasi tersebut, demi kepentingan pemerintah/penguasa. Dan hal tersebut telah membatasi hak asasi manusia seperti yang disebutkan dalam pasal 28C ayat 2 (dua) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi, Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. 
4. Sebagai pejabat umum yang melayani kepentingan masyarakat, maka seorang notaris harus patuh dan melaksanakan apa yang terdapat dalam kode etik notaris sebagai kaidah moral yang dibuat oleh organisasi notaris tersebut. 
5. Dengan adanya banyak organisasi notaris, maka setiap notaris diharapkan dapat mematuhi apa yang menjadi kode etik organisasi notaris, yang menjadi wadah notaris tersebut. Sehingga notaris tersebut dapat menjalankan tugasnya sebagai seorang profesional pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik.
6. Pemerintah tidak boleh membatasi hak asasi manusia, termasuk hak-hak para notaris diluar Ikatan Notaris Indonesia (INI) untuk membentuk organisasi notaris baru, karena jika pemerintah terus memberikan tindakan represif, maka nilai keadilan tidak dapat diwujudkan.
7. Solusi dalam penyelesaian polemik organisasi notaris mana yang diakui oleh pemerintah adalah, bahwa pemerintah harus mengakui semua organisasi notaris yang ada di Indonesia, tetapi ada satu organisasi yang menjadi induk dari semua organisasi notaris tersebut. 






DAFTAR PUSTAKA

Koehn, Daryl. (2000). Landasan Etika Profesi. Kanisius. Yogyakarta. 

Muhammad, Abdulkadir. (2006). Etika Profesi Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Jakarta.

Rasjidi, Lili dan Ira Thania rasjidi. (2007). Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. 

Rahardjo, Satjipto. (2007). Membedah Hukum Progresif. Kompas. Jakarta. Sidharta. Moralitas Profesi Hukum. (2006). Aditama. Jakarta.

Untung, H. Budi. (2001). Visi Misi Global Notaris. Andi. Yogyakarta. 

Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen I, II, III, IV. Citra Umbara. Bandung, 2002.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Citra Umbara. Bandung, 2004.

Kode Etik Notaris. Ikatan Notaris Indonesia (INI).





2 komentar:

  1. menurut......b mahasiswa yang bik itu mahasiswa yang dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat,seperti kata ente di atas mahasiswa berjuan dalam menegakan kehidupan sosial dan pendidika contohnya mteril.....! jadi katong sebagai mahasiswa harus mempunyai skill yang dapat implementasikan ke masyarakat sehingga....dong yang mempunyai nasib yang seng sama deng katong bisa terangkat derajat dong......berarti beta disini mencakup mahasiswa yang bersikap jentel bukan yang bersikap anarghis.......

    BalasHapus
  2. Berbicara tentang mahasiswa..mungkin tak akan ada habis-habis nya,tergantung dari sudut mana dia menilai..dari generasi ke generasi semua bergolak dan berputat di situ situ saja...
    aku sependapat dengan (rachman reza),dengan intelektual kita bisa membuka ruang n menerobos dengan skill..bagi mahasiswa yang hanya mempunyai cita-cita menjadi PNS itu adalah salah besar......

    BalasHapus